CYBERCRIME ( DATA FORGERY )
ETIKA PROFESI TEKNOLOGI & KOMUNIKASI
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Etika Profesi Teknologi & Informasi
Pada Program Diploma Tiga (D3)
Disusun oleh:
Egi Muhammad Nur Rizky :
12183802
Puji Nugraha :
12183552
Ade Trinaldi :
12183928
Muhammad Febry Agoes :
12183727
12.6B.37
Program Studi Sistem
Informasi
Fakultas Teknologi & Informatika Universitas Bina
Sarana Informatika
Jakarta
2021
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pada
era globalisasi ini, dalam pengarsipan data maupun dokumen-dokumen penting baik
dalam instansi pemerintahan maupun perusahaan swasta lebih banyak menggunakan
komputer maupun laptop dan simpan didalam sebuah data base sehingga dalam
pencarian data maupun dokumen-dokumennya lebih cepat. Walaupun sebagian masih
menggunakan lemari besar dalam penyimpanan arsip data maupun dokumen-dokumen
pentingnya.
Baik
dahulu maupun zaman sekarang ini, celah untuk mencuri data maupun
dokumen-dokumen penting masih tetap bisa dilakukan, walaupun sistem didalam
instansi pemerintahan dan perusahaan swasta sudah dikatakan secure,
tetap saja pencurian data maupun dokumen-dokumen penting masih bisa dilakukan.
Kasus
data Forgery atau yang sering disebut kasus pemalsuan data kerap terjadi dan
sering kali menimbulkan kerugian yang cukup besar dari korban. biasanya pelaku
membuat suatu situs atau web palsu yang mirip dengan situs pemerintahan atau
perbankan dan jika korban lengah dan tidak tahu bahwa website yang ia kunjungi
merupakan website palsu maka data-data penting seperti identitas nasabah bisa
diambil oleh pelaku.
Maka
dari permasalahan diatas membuat kami tertarik untuk membuat suatu makalah
untuk membahas apa itu data forgery, apa yang menyebabkan kejahatan itu
terjadi, apakah motif pelaku melakukan itu serta bagaimana penanggulangannya.
1.2. Maksud dan Tujuan
Maksud pembuatan makalah ini adalah:
1. Memberikan
pengertian dan pemahaman dari Cybercrime khususnya Data Forgery
2. Menganalisa
faktor penyebab terjadinya kejahatan Data Forgery
3. Memberikan
cara penanggulangan agar kejahatan tersebut tidak sering terjadi
4. Mengevaluasi
bagaimana proses penegakan hukum dalam kasus tersebut
Sedangkan tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk
memenuhi nilai Tugas Pertemuan 13 pada semester 5 mata kuliah Etika Profesi
Teknologi Informasi Dan Komunikasi.
1.3. Metode Penelitian
Adapun Metode penelitian yang penulis gunakan dalam
penulisan makalah ini adalah dengan menggunakan metode studi pustaka, yaitu
sebuah metode dengan cara menghimpun informasi yang relevan dengan topik atau
masalah yang sedang diteliti, dalam hal ini tentang kasus data forgery.
1.4. Ruang Lingkup
Ruang Lingkup penulisan makalah ini dibatasi pada
pembahasan tentang kasus kejahatan data forgery baik pemalsuan data pada
dokumen penting yang ada di internet maupun dampak yang terjadi akibat kasus
tersebut beserta penanggulangannya dalam proses hukum yang ada
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Pengertian Cyber Crime
Cybercrime
berasal dari kata cyber yang berarti dunia maya atau internet dan crime yang
berarti kejahatan. Dengan kata lain,cybercrime adalah segala
bentuk kejahatan yang terjadi di dunia maya atau internet. Cybercrime
merupakan tindakkriminal yang dilakukan dengan menggunakan teknologi komputer
sebagai alat kejahatan utama. Cybercrime yaitu kejahatan yang
memanfaatkan perkembangan teknologi komputer khususnya internet.
Cybercrime didefinisikan sebagai perbuatan melanggar hukum yang memanfaatkan
teknologi komputer yang berbasis pada kecanggihan perkembangan teknologi
internet. (M.
Naufal & Jannah, 2012)
Menurut (Abidin, 2015) Cybercrime merupakan
bentuk-bentuk kejahatan yang timbul karena pemanfaatan teknologi internet.
Beberapa pendapat mengindentikkan cybercrime dengan computer crime. The U.S.
Department of Justice memberikan pengertien computer crime sebagai: “…any
illegal act requiring knowledge of computer technology for its perpetration,
investigation, or prosecution”.
Adapun Menurut Andi Hamzah dalam bukunya “Aspek-aspek pidana di
bidang komputer” (1989) mengartikan cybercrime sebagai kejahatan di bidang
komputer secara umum dapat diartikan sebagai penggunaan komputer secara
illegal. Adapun definisi lain mengenai cybercrime,yaitu:
1. Girasa
(2002), mendefinisikan cybercrime sebagai aksi kegiatan yang menggunakan
teknologi komputer sebagai komponen utama.
2. Tavani
(2000) memberikan definisi cybercrime, yaitu : kejahatan dimana tindakan kriminal
hanya bisa dilakukan dengan menggunakan teknologi cyber dan terjadi di dunia
cyber.
Untuk menanggulangi kejahatan Cyber maka diperlukan
adanya hukum Cyber atau Cyber Law. Cyberlaw adalah aspek hukum yang ruang
lingkupnya meliputi setiap aspek yang berhubungan dengan orang perorangan atau
subyek hukum yang menggunakan dan memanfaatkan teknologi internet yang dimulai
pada saat mulai online dan memasuki dunia cyber atau maya. Cyberlaw sendiri
merupakan istilah yang berasal dari Cyberspace Law.
Istilah hukum cyber diartikan sebagai padanan kata dari
Cyberlaw, yang saat ini secara internasional digunakan untuk istilah hukum yang
terkait dengan pemanfaatan TI. Istilah lain yang juga digunakan adalah Hukum TI
(Law of Information Teknologi), Hukum Dunia Maya (Virtual World Law) dan Hukum
Mayantara. Secara akademis, terminologi cyberlaw belum menjadi terminologi yang
umum. Di Indonesia sendiri tampaknya belum ada satu istilah yang disepakati.
Dimana istilah yang dimaksudkan sebagai terjemahan dari cyberlaw, misalnya,
Hukum Sistem Informasi, Hukum Informasi, dan Hukum Telematika (Telekomunikasi
dan Informatika).
Secara yuridis, cyberlaw tidak sama lagi dengan ukuran
dan kualifikasi hukum tradisional. Kegiatan cyber meskipun bersifat virtual
dapat dikategorikan sebagai tindakan dan perbuatan hukum yang nyata. Kegiatan
cyber adalah kegiatan virtual yang berdampak sangat nyata meskipun alat
buktinya bersifat elektronik. Dengan demikian subjek pelakunya harus
dikualifikasikan pula sebagai orang yang telah melakukan perbuatan hukum secara
nyata.
2.2. Pengertian Data Forgery
Data
adalah keterangan yang benar dan nyata , atau bahan nyata yang dapat dijadikan
bahan kajian ,analisa dan kesimpulan. Sedangkan pengertian forgery adalah
pemalsuan atau tindak pidana berupa memalsukan atau meniru secara tak sah,
dengan dengan itikad buruk untuk merugikan pihak lain dan sebaliknya
menguntungkan diri sendiri.
Data
Forgery merupakan kejahatan dengan memalsukan data pada dokumen-dokumen penting
yang tersimpan sebagai scripless documen melalui Internet. Kejahatan ini
biasanya ditujukan pada dokumen-dokumen e-commerce dengan membuat seolah-olah
terjadi “salah ketik” yang pada akhirnya akan menguntungkan pelaku karena
korban akan memasukkan data pribadi dan nomor kartu kredit yang dapat saja
disalah gunakan.
Data
Forgery biasanya diawali dengan pencurian data-data penting, baik itu disadari
atau tidak oleh si pemilik data tersebut. Menurut pandangan penulis, data
forgery bisa digunakan dengan 2 cara yakni:
1. Server
Side (Sisi Server)
Yang
dimaksud dengan server side adalah pemalsuan yang mendapatkan datanya adalah
dengan si pelaku membuat sebuah fake website yang sama persis dengan web yang
sebenarnya. Cara ini mengandalkan dengan kelengahan dan kesalahan pengguna
karena salah ketik.
2. Client
Side (Sisi Pengguna)
Penggunaan
cara ini sebenarnya bisa dibilang jauh lebih mudah dibandingkan dengan server
side, karena si pelaku tidak perlu untuk membuat sebuah fake website. Si pelaku
hanya memanfaatkan sebuah aplikasi yang sebenarnya legal, hanya saja
penggunaannya yang disalahgunakan. Ternyata data forgery tidak sesulit
kedengarannya, dan tentunya hal ini sangat merisaukan para pengguna internet,
karena pasti akan memikirkan mengenai keamanan data-datanya di internet.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1. Motif Penyebab Data Forgery
Motif
pelaku melakukan kejahatan Data Forgery cukup beragam, biasanya mereka
melakukan kejahatan tersebut untuk memperkaya dirinya sendiri atau ingin
membuktikan keahlian nya bahwa ia bisa mengakses data atau dokumen korban
dengan lihai kepada orang lain.
Adapun
Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya Cyber Crime khususnya data Forgery
adalah sebagai berikut:
1. Faktor
Politik
Faktor
ini biasanya dilakukan oleh oknum-oknum tertentu untuk mencari layanan
informasi tentang lawan politiknya.
2. Faktor
Ekonomi
Karna
latar belakang ekonomi orang bisa melakukan apa saja, apalagi dengan
kecanggihan dunia cyber kejahatan semakin mudah dilakukan dengan modal cukup
dengan keahlian dibidang komputer saja.
3. Faktor
Sosial Budaya
Adapun
beberapa aspek untuk faktor sosial budaya :
a. Kemajuan
Teknologi Informasi
Karena
teknologi sekarang semakin canggih dan seiring itu pun mendorong rasa ingin
tahu para pencinta teknologi sehingga mereka melakukan eksperimen.
b. Sumber
Daya Manusia
Banyak
sumber daya manusia yang memiliki potensi dalam bidang ilmu teknologi yang
tidak dioptimalkan sehingga mereka melakukan cyber.
c. Komunitas
Untuk
membuktikan keahlian mereka dan ingin dilihat orang atau dibilang hebat dan
akhirnya tanpa sadar mereka telah melanggar peraturan ITE.
3.2. Penanggulangan Data Forgery
1. Peran
Negara
Beberapa langkah penting yang harus dilakukan setiap
negara dalam penanggulangan cybercrime adalah:
1. Melakukan
modernisasi hukum pidana nasional beserta hukum acaranya, yang diselaraskan
dengan konvensi internasional yang terkait dengan kejahatan tersebut
2. Meningkatkan
sistem pengamanan jaringan komputer nasional sesuai standar internasional
3. Meningkatkan
pemahaman serta keahlian aparatur penegak hukum mengenai upaya pencegahan,
investigasi dan penuntutan perkara-perkara yang berhubungan dengan cybercrime.
4. Meningkatkan kesadaran
warga negara mengenai masalah cybercrime serta pentingnya mencegah kejahatan
tersebut terjadi
5. Meningkatkan
kerjasama antar negara, baik bilateral, regional maupun multilateral, dalam
upaya penanganan cybercrime, antara lain melalui perjanjian ekstradisi dan
mutual assistance treaties
2. Peran
Masyarakat
Ada
beberapa cara yang bisa kita lakukan untuk menghindari dan penanggulangan agar
kita tidak menjadi korban dari Data Forgery ini, berikut tips dan cara nya:
1. Verify
Your Account ,
Jika
verify nya meminta username, password dan data lainnya, jangan memberikan
reaksi balik. Anda harus selalu ingat password jangan pernah diberikan kepada
siapapun. Namun kalau anda mendaftarkan account di suatu situs dan harus
memverifikasinya dengan mengklik suatu URL tertentu tanpa minta mengirimkan
data macam-macam, lakukan saja, karena ini mekanisme umum.
2. Valued
Customer,
karena
e-mail phising biasanya targetnya menggunakan random, maka e-mail tersebut bisa
menggunakan kata-kata ini. Tapi suatu saat mungkin akan menggunakan nama kita
langsung, jadi anda harus waspada. Umumnya kebocoran nama karena kita aktif di
milis atau forum komunitas tertentu.
3. Clik
the Link Below to again access to your account.
Metode
lain yang digunakan hacker yaitu dengan menampilkan URL Address atau alamat
yang palsu. Walaupun wajah webnya bisa jadi sangat menyerupai atau sama, tapi
kalau diminta registrasi ulang atau mengisi informasi sensitif, itu patut
diwaspadai. Misalnya halaman login yahii mail. Disana anda akan diminta
memasukkan username dan password email anda untuk login. Ketika anda mengklik
tombol login maka informasi username tersebut merupakan jebakan dari pengirim
email yang tujuannya untuk mendapatkan password email anda.
3.3. Contoh Kasus Data Forgery
1 “Kasus
Data Forgery Pada E-Banking BCA”
(Memalsukan
sebuah situs Internet)
Dunia
perbankan melalui Internet (e-banking) Indonesia, dikejutkan oleh ulah
seseorang bernama Steven Haryanto, seorang hacker dan jurnalis pada majalah
Master Web. Lelaki asal Bandung ini dengan sengaja membuat situs asli tapi
palsu layanan Internet banking Bank Central Asia, (BCA). Steven membeli
domain-domain dengan nama mirip http://www.klikbca.com (situs asli Internet
banking BCA), yaitu domain http://www.klik-bca.com,www.kilkbca.com,
http://www.clikbca.com, http://www.klickca.com. Dan http://www.klikbac.com. Isi
situs-situs plesetan inipun nyaris sama, kecuali tidak adanya security untuk
bertransaksi dan adanya formulir akses (login form) palsu. Jika nasabah BCA
salah mengetik situs BCA asli maka nasabah tersebut masuk perangkap situs
plesetan yang dibuat oleh Steven sehingga identitas pengguna (user id) dan
nomor identitas personal (PIN) dapat di ketahuinya.
Modus:
Modusnya
sangat sederhana, si hacker memfotokopi tampilan website Bank
BCA yang seolah-olah milik BCA Tindakan tersebut dilakukan untuk
mengecoh nasabah sehingga pelaku dapat mengambil identitas nasabah.
Sumber:
https://citizen.vnn.co.id/2018/05/waspada-gunakan-internet-banking-mobile.html
2. “Raup
Ratusan Juta Rupiah, 3 Pelaku Kejahatan Carding Ditangkap Polisi”
SURABAYA
- Anggota Subdit V Cyber Ditreskrimsus Polda Jawa Timur (Jatim) berhasil
mengungkap kasus tindak pidana ITE berupa Ilegal akses jenis carding, atau
menggunakan data kartu kredit milik orang lain untuk membeli tiket maskapai
penerbangan dan kamar hotel.
Dalam
kasus ini, polisi meringkus tiga tersangka. Identitas ketiga tersangka
masing-masing berinisial SG dan FD yang merupakan pemilik agen travel, yang menjual
tiket maskapai atau kamar hotel hasil kejahatan carding. Disusul MR sebagai
eksekutor atau yang melakukan pembelian tiket-tiket maskapai dan kamar hotel,
yang pembayarannya menggunakan data kartu kredit milik orang lain.
Kepala
Bidang Humas Polda Jatim, Kombes Trunoyudo Wisnu Andiko, menjelaskan kasus itu
berawal ketika tersangka SG dan FD membuka usaha Agen Travel dengan iming-iming
promo tiket diskon 20 persen sampai 30 persen. Di mana, media promosinya
melalui akun Instagram atas nama @TN
Selanjutnya,
apabila ada pelanggan yang memesan tiket maskapai atau kamar hotel, tersangka
SG dan FD menyuruh pelanggan untuk mencari tahu dulu harga tiket resmi pada
salah satu situs jual beli tiket perjalanan dengan dalih agar bisa menentukan
diskon yang akan diberikan kepada pelanggan.
"Lalu
tersangka SG dan FD membeli tiket tersebut dari para pelaku ilegal akses jenis
carding yang salah satunya adalah tersangka MR, dengan harga beli hanya sebesar
40 persen sampai 50 persen dari harga resmi. Kemudian dijual lagi kepada
pelanggan seharga 70 persen sampai 75 persen dari harga resmi," terang
Trunoyudo, Kamis (27/2/2020).
Untuk
tersangka MR mendapatkan data-data kartu kredit milik orang lain secara ilegal
dengan cara membeli dari para pelaku spammer (pencuri data kartu kredit)
melalui media sosial Facebook Messenger, dengan harga per 1 data kartu kredit
(CC) Rp150.000 – 200.000.
"Untuk
data kartu kredit yang dibobol atau digunakan melakukan pembelian tiket-tiket
adalah milik orang Jepang. Tersangka SG melakukan perbuatan sejak Februari
2019, dengan keuntungan per bulan kurang lebih Rp30 juta, dalam 1 tahun
melakukan kurang lebih 500 transaksi tiket hasil carding dan sudah mendapatkan
keuntungan Rp300 juta sampai Rp400 juta," ujar Trunoyudo.
Sedangkan
tersangka FD melakukan perbuatan sejak awal 2018, dengan keuntungan perbulan
kurang lebih Rp10 juta. Dalam 2 tahun melakukan kurang lebih 400 transaksi
tiket hasil carding, dan sudah mendapatkan keuntungan Rp240 juta.
3.4. Hukum Tentang Data Forgery
Pasal
30 UU ITE
1. Setiap
orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses komputer
dan/atau Sitem Elektronik milik orang lain dengan cara apapun.
2. Setiap
orang dengan sengaja dan tampa hak atau melaawan hukum mengakses komputer
dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apapun dengan tujuan untuk memperoleh
informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik.
3. Setiap
orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses komputer
dan/atau sistem elektronik dengan cara apapun dengan melanggar, menerobos,
melampaui atau menjebol sistem pengaman.
Pasal
35 UU ITE
Setiap
orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan manipulasi,
penciptaan, perubahan, penghilangan, pengerusakan informasi elektronik dan/atau
dokumen elektronik dengan tujuan agar informasi elektronik dan/atau dokumen
elektronik tersebut dianggap seolah-olah data yang otentik.
Pasal
46 UU ITE
1. Setiap
orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam pasal 30 ayat (1) dipidana
dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp.600.000.000.00 (enam ratus juta rupiah).
2. Setiap
orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam pasal 30 ayat (2) dipidana
dengan pidana penjara paling lama 7 (tahun) dan/atau denda paling banyak
Rp.700.000.000.00 (tujuh ratus juta rupiah).
3. Setiap
orang yang memenuhi unsur sebagaiman dimaksud dalam pasal 30 ayat (3) dipidana
dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp.800.000.000.00 (delapan ratus juta rupiah).
Pasal
51 UU ITE
Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam pasal 35 dipidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau paling banyak Rp.12.000.000.000.00 (dua belas milyar rupiah).
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Dari
hasil pemaparan dari semua bab-bab di atas kita bisa menyimpulkan sebagai
berikut:
1. Data
Forgery merupakan sebuah kejahatan dunia maya yang sangat berbahaya
2. Kejahatan
data forgery ini lebih ditujukan untuk pemalsuan juga pencurian data-data
maupun dokumen-dokumen penting baik di instansi pemerintah maupun perusahaan
swasta.
3. Kejahatan
Data Forgery berpengaruh terhadap keamanan Negara dan keamanan Negara dalam
negeri.
4. Kejahatan
Data Forgery bisa menimbulkan kerugian material yang tidak sedikit oleh karena
itu peran negara dan masyarakat harus di tingkatkan untuk menumpas kejahatan
cyber ini
4.2. Saran
Dari
hasil pemaparan dari semua bab-bab di atas kita bisa membuat saran sebagai
berikut:
1. Dalam
menggunakan situs e-commerce maupun website banking selalu berhati-hati cek
kembali apakah benar situs yang dituju merupakan situs asli dan bukan situs
fake
2. Gunakan
lah Verifikasi account yang sudah disediakan oleh situs pemerintahan/
e-commerce dan lain- lain seperti 2 Step Authentication, Fingerprint
Transaction, atau fitur keamanan lain.
3. Ganti
atau update username dan password anda secara berkala.

Komentar
Posting Komentar